Selasa, 05 Januari 2010

KASUS KARAHA BODAS COMPANY L.L.C MELAWAN P.T. PERTAMINA DAN P.T. PLN


KASUS

KARAHA BODAS COMPANY L.L.C

MELAWAN

P.T. PERTAMINA DAN P.T. PLN

A. Para Pihak dalam Sengketa

1. Penggugat:

Karaha Bodas Company L.L.C (KBC)

Adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan dan bergerak berdasarkan hukum Kepulauan Cayman yang berkedudukan di Gedung Plaza Aminta Suite 901, Jl. T.B. Simatupang, Kav. 10, Jakarta 12310, Indonesia.

2. Tergugat

a. Tergugat 1

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (P.T. Pertamina)

P.T. Pertamina adalah suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 Tentang Pertamina dan dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia.

b. Tergugat 2

P.T. Perusahaan Listrik Negara (P.T. PLN)

P.T. PLN adalah suatu perusahaan negara yang tunduk pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 Tentang…adalah perusahaan yang mengusahakan penyediaan listrik kepada masyarakat umum di Indonesia.

B. Latar Belakang Sengketa

Pada tanggal 28 November 1994, disepakati dua kontrak sebagai bagian dari Proyek Karaha. Kedua kontrak tersebut adalah:

1) Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/ “JOC”)

Kontrak ini menetapkan bahwa Pertamina bertanggung jawab untuk mengelola pengoperasian geothermal di dalam proyek karaha tersebut dan KBC berperan sebagai kontraktor. KBC diwajibkan untuk mengembangkan energy gheotermal di daerah proyek dan membangun, memiliki dan mengoperasikan tenaga listrik.

2) Kontrak Penjualan Energi (Energy Sales Contract/ “ESC”)

Berdasarkan kontrak ini PLN setuju untuk membeli tenaga listrik dari Pertamina yang diproduksi, dipasok, dan disediakan oleh pembangkit tenaga listrik yang dibangun oleh KBC. Sebagai kontarktor bagi Pertamina berdasarkan JOC, KBC, atas nama Pertamina dan berdasarkan ESC, berhak untuk memasok dan menjual tenaga listrik berkapasitas sampai 400 Mw kepada PLN dari Proyek Karaha.

Pada Tahun 1997 timbul krisis moneter dan menimpa Indonesia. International Monetary Fund (IMF) meminta kepada pemerintah Republik Indonesia untuk meninjau kembali proyek-proyek pembangunan. Selain itu harus diteliti lebih lanjut, apakah pembayaran proyek dengan valuta asing US dollar masih dapat dipertahankan.

Pada tanggal 20 September 1997 Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1997. Berdasarkan Kepres tersebut sebanyak 75 proyek ditunda termasuk Proyek Karaha. Selanjutnya pada tanggal 1 November 1997 dikeluarkan Keputusan Presiden No. 47 Tahun 1997 yang berisi perintah agar beberapa proyek yang tertunda termasuk Proyek Karaha dilanjutkan kembali. Pada tanggal 10 Januari 1998, Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1998 dikeluarkan. Keputusan ini membatalkan kepres sebelumnya dan mengkomfirmasi penundaan Proyek Karaha.

Pertaminan telah menyetujui untuk membantu KC dalam usaha melanjutkan kembali proyek ini, akan tetapi ternyata dua minggu setelah diajukan permohonan oleh Pertamina, pihak KBC telah menyatakan berlakunya klausula “ force majeure” dan telah menghentikan pelaksanaan kontrak yang bersangkutan. Pada tanggal 30 April 1998, KBC telah memberitahukan kepada Pertamina dan PLN bahwa mereka akan mengajukan suatu klaim kepada arbitrase berdasarkan JOC dan ESC.

C. Jalannya Sengketa

KBC mengajukan klaim kepada arbitrase Jenewa Swiss sebagaimana yang disepakati oleh para pihak mengenai forum yang dipilih para pihak untuk menyelesaukan sengketa dalam JOC. Pendirian KBC sebagai penggugat adahaf sebagai berikut:

- KBC menuduh bahwa tergugat melanggar kewajiban mereka membayar menurut JOC dan ESC dengan cara antara lain mencegah KBC untuk menyelesaiakan pembangunan unit-unit pembangkit listrik tenaga secara keseluruhan dengan kapsitas 400 Mw.

- KBC menyatakan tergugat berdasarkan JOC dan ESC telah menyetujui menanggung risiko tindakan pemerintah dan oleh sebab itu Kepres No. 30 Tahun 1997 dan Kepres No. 5 Tahun 1998 bukan merupakan alasan untuk tidak memenuhi kontrak.

Adapun KBC menuntut ganti rugi akibat pelanggaran kontrak yaitu kerugian yang termnasuk dalam pembayaran atas kerugian sebesar US$ 96.000.000 kemudian kompensasi akibat kehilangan keuntungan sebesar US$ 512.500.000, selanjutnya sebagai alternative ganti rugi untuk keuntungan diperhitungkan jumlah pembayaran yang harus diterima adalah US$ 437.000.000. Secara alternatif diminta pembatalan kontrak dan kerugian secara alternative dan pelaksanaan secara khusus.

Pengadilan Arbitrase Jenewa pada tanggal 18 Desember 2000 membuat putusan agar Pertamina dan PLN membayar ganti rugi kepada KBC skurang lebih sebesar US$ 270.000.000 yang terdiri ganti rugi atas hilangnya kesempatan mendapatkan keuntungan (opportunity lost) sebesar US$ 111.100.000 dan bunga 4% sejak tahun 2001 sebesar US$ 150.000.000. KBC mengajukan permohonan untuk melaksanakan putusan arbitrase di pengadilan beberapa negara di mana aset-aset Pertamina berada, kecuali di Indonesia yaitu:

- Pada tanggal 21 Februari 2001, KBC meminta U.S District Court for The Southern District Court of Texas untuk melaksanakan putusan arbitrase Jenewa;

- KBC mengajukan permohonan agar semua aset anak perusahaan Pertamina yang berada di Singapura disita termasuk Petral;

- Pada tanggal 30 Januari 2004, KBC meminta Pengadilan New York untuk menahan aset Pertamina dan Pemerintah Republik Indonesia yang besarnya hingga 1, 044 miliar dollar USA. Adapun permintaan tersebut ditolak dan hakim menetapkan agar Bank of America dan Bank of New York melepaskan kembali dana sebesar US$ 350.000.000 kepada Pemerintah RI sedangkan yang tetap ditahan adalah dana 15 rekening adjucated account di Bank of America sebesar US$ 296.000.000 untuk jaminan.

Upaya hukum yang dilakukan oleh Petrtamina adalah:

- Mengajukan penolakan terhadap keputusan Pengadilan Arbitrase Jenewa;

- Mengajukan penolakan pelaksanaan Putusan Pengadilan Arbitrase Jenewa di pengadilan-pengadilan di negara mana KBC mengajukan permobonan pelaksanaan putusan Pengadilan Arbitrase Swiss;

- Mengajukan pembatalan putusan Pengadilan Arbitrase Jenewa kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Indonesia.

Pada tanggal 27 Agustus 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan gugatan Pertamina. Putusan tersebut memerintahkan kepada tergugat atau siapapun yang dapat hak daripadanya untuk tidak melakukan tindakan apapun termasuk pelaksanaan putusan pengadilan arbitrase yang ditetapkan di Jenewa Swiss tanggal 18 Dsesmber 2000. Adapun putusan Pengadilan Arbitrase Jenewa, Swiss dnyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar