Selasa, 05 Januari 2010

PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DAN KEPAILITAN


PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DAN KEPAILITAN

Oleh : Rahmi Zubedah, S.H., dan Faizal, S.H.

A. Pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

1.Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan PKPU

Pihak-pihak yang dapat mengajukan PKPU berdasarkan Undang-undang adalah sebagai berikut:

a.Debitor;

b.Kreditor;

c.Bank Indonesia, Bapepam, dan Menteri Keuangan apabila debitornya masing- masing sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3), (4), dan (5) UU KPKPU.

2.Putusan Permohonan PKPU

PKPU tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:[1]

1. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dan kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut, dan

2. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor yang dijamin dengan gadai jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

B. Pengajuan Permohonan Dalam Keadaan Pailit

1. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan

Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) UU KPKPU menetapkan bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit bagi seorang debitor adalah:

a. debitor yang bersangkutan;

b. kreditor atau para kreditor;

c. Kejaksaan untuk kepentingan umum;

d. Bank Indonesia apabila debitornya bank;

e. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam hal debitornya

perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga

penyimpanan dan penyelesaian;

f.Menteri keuangan dalam hal debitornya perusahaan asuransi, perusahaan

reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak

di bidang kepentingan publik

Kepentingan umum sebagai alasan bagi kejaksaan untuk mengajukan permohonan pailit adalah untuk kepentingan bangsa, dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:[2]

a. Debitor melarikan diri;

b. Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;

c. Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;

d. Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;

e. Debitor tidak beritikad baik, atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang-piutang yang telah jatuh waktu; atau

f. Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan

umum.

Mengenai kewenangan yang diberikan hanya kepada Bank Indonesia (BI) untuk mengajukan permohonan dalam keadaan pailit bagi bank sebagai debitor, maka BI bertindak semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan.

Mengenai kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) untuk mengajukan permohonan dalam keadaan pailit bagi perusahaan-perusahaan di bidang kegiatan Pasar Modal, penjelasan UU KPKPU menjelaskan hal itu dikarenakan lembaga terebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Bapepam.

Berkenaan dengan kewenagan Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan dalam keadaan pailit bagi debitor yang terdiri dari perusahaan asuransi, reasuransi dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik Penjelasan UU KPKPU menjelaskan bahwa ketentua tersebut ketentuan tersebut diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian.

2. Pengadilan yang berwenang

Mengenai pengadilan yang berwenang untuk memutusakan perkara kepailitan adalah sebagai berikut:[3]

a. Putusan pernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitor;

b. Apabila debitor telah meninggalkan wilayah Negara republik Indonesia, pengadilan yang berwenang adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor;

c. Dalam hal debitornya merupakan persero atau firma, pengadilan yang berwenang adalah yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan firma tersebut;

d. Dalam hal debitor tidak berkedudukan di wilayah Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di Indonesia pengadilan yang berwenang adalah pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Indonesia;

e. Dalam hal debitornya badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

3. Putusan Pailit

Pernyataan pailit seorang debitor dilakukan oleh hakim Pengadilan Niaga dengan suatu putusan (vonis) dan tidak dengan suatu ketetapan (beschikking). Oleh karena itu putusan pailit menyebabkan akibat hukum baru. Sedangkan beschikking, hanya bersifat declaratoir. Menurut Pasal 15 ayat (1) UU KPKPU putusan pailit tersebut berisikan:

a.Pengangkatan kurator;

b.Pengangkatan Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan.

Adapun syarat untuk dapat dinyatakan dalam keadaan pailit adalah sebagai berikut:[4]

a. terdapat minimal dua orang kreditor;

b. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang;

c. utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

4. Upaya Hukum

Terhadap putusan pernyataan pailit UU KPKPU mengatur dimungkinkan upaya hukum, yaitu:

a. kasasi;

Permohonan kasasi dapat diajukan oleh debitor dan kreditor yang merupakan pihak dalam persidangan tingkat pertama dan juga dapat diajukan oleh kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan permohonan pailit.[5]

b. peninjauan kembali

Peninjauan Kembali terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat diajukan ke Mahkamah Agung dalam hal terdapat fakta baru (novum). Apabila upaya hukum dikabulkan maka menimbulkan pembatalan putusan pailit.

5. Pencabutan Kepailitan

Mengenai pencabutan kepailitan diatur dalam pasal 18 UUKPKPU yaitu apabila:

a. harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan

b. atas usul hakim pengawas

c. setelah mendengar panitia kreditor sementara

d. setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitor


[1] Harap dilihat Pasal 229 ayat (1) UUKPKPU.

[2] Harap dilihat Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU KPKPU

[3] Pasal 3 UU KPKPU

[4] Harap dilihat Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU

[5] Dapat dilihat dalam Pasal 11 ayat (3) UU KPKPU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar